SIRAH NABAWIYAH: TAHUN KETUJUH DAN KEDELAPAN HIJRIYAH


SIRAH NABI MUHAMMAD SAW.
TAHUN KETUJUH DAN KEDELAPAN HIJRIYAH

A.    PERANG KHAIBAR
1.      Latar belakang terjadinya peperangan Khaibar
Setelah terjadinya genjatan senjata dan perjanjian perdamaian, kaum muslimin telah merasa tenang dari pertikaian berdarah yang berkelanjutan. Sehingga konsentrasi untuk menyebarkan agama Islam.
Ketika Khaibar berubah menjadi sarang makar, pusat konspirasi, tempat memprovokasi pasukan, sumber keonaran, pemicu api peperangan, pantaslah bila ia yang pertama kali menjadi incaran kaum muslimin. Mereka menghasut Bani Quraizhah untuk melakukan pengkhianatan, kemudian melakukan kontak dengan orang-orang munafik, yang merupakan musuh dalam selimut bagi masyarakat Islam, juga dengan orang-orang Ghathafan dan orang-orang Arab Badui.[1]
2.      Menuju Khaibar dan Jumlah Pasukan
Sepulangnya dari Al-Hudaibiyah, Rasulullah saw. menetap di Madinah selama bulan Dzulhijjah dan sebagian bulam Muharram. Pada akhir bulan Muharram, beliau berangkat ke Khaibar. Beliau mengangkat Numailah bin Abdullah al-Laitsiy sebagai penguasa Madinah sementara.[2]
Abu Mu’attib bin Amr menceritakan, Ketika Rasulullah melihat Khaibar, beliau berkata kepada para sahabat: ‘Berdirilah kalian!’ Rasulullah berkata:
اللهم ربَّ السمواتِ و مَا أَظْلَلْنَ و رَبَّ الأرْضِينَ وَ مَا أّقْلَلْنَ، و ربَّ الشَّيَاطِينِ وَمَا أَضْلَلْنَ، و ربَّ الرِّيَاحِ وَمَا ذَرَينَ فإِنَّا نَسألُكَ خَيْرَ هذه القريةِ و خيرَ أهلهَا وَخيرَ مَا فيها، وَ نعوذُ بك من شرِّها و شرِّ أهلِها و شَرِّ ما فيها، أقدموا بسم الله، قال: وكان يقولها عليها الصَّلاةَ و السلامَ لِكُلِّ قرْيَةٍ دَخَلَهَا (أخرجه النسائى)
“Ya Allah, Rabb langit dan Rabb segala yang dinaunginya, Rabb bumi dan Rabb apa saja yang diangkutnya, Rabb setan dan apa saja yang dianutnya, Rabb angin dan Rabb apa saja yang diterbangkannya, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu kebaikan kampung ini, penduduknya, dan apa yang ada di dalamnya. Aku berlindung diri kepadaMu dari keburukan kampung ini, penduduknya, dan yang ada di dalamnya. Majulah kalian dengan nama Allah!’ Doa tersebut selalu diucapkan beliau setiap kali beliau memasuki per-kampungan.” (Dikeluarkan oleh at-Tirmidzi No. 3589)

Ketika Rasulullah keluar dari Madinah menuju Khaibar, beliau melintasi Ishr dan membangun masjid di sana, kemudian melintasi Ash-Shahba’. Rasulullah dan pasukannya terus berjalan hingga menuruni Lembah Ar-Raji’ dan berhenti di tempat antara penduduk lembah tersebut dengan Ghathafan untuk menghalang-halangi mereka memberi bala bantuan kepada penduduk Khaibar, karena orang-orang Ghathafan pernah membantu orang-orang Khaibar dalam menghadapi beliau.[3]
Adapun jumlah pasukan kaum muslimin yang ikut bersama Rasulullah saw. adalah orang-orang yang ikut dalam perjanjian Bai’atur Ridwan (Hudaibiyah) yang berjumlah sekitar 1400 orang.
3.      Benteng-benteng Khaibar
Khaibar terbagi dua bagian, bagian pertama memiliki lima benteng, yaitu:
a.       Benteng Na’im
b.      Benteng Sha’b Ibnu Muadz
c.       Benteng Qal’ah az-Zubair
d.      Benteng Ubay
e.       Benteng an-Nizar
Adapun bagian kedua, yang dikenal dengan sebutan al-katibah, hanya memiliki tiga benteng saja, yaitu:
a.       Benteng Qamush (milik Bani Abil Haqiq dari Bani Nadhir)
b.      Benteng Wathih
c.       Benteng Sulalim
Benteng penduduk Khaibar yang pertama kali beliau taklukkan ialah Benteng Na’im. Di benteng tersebut, Mahmud bin Maslamah terbunuh karena dilempar batu penggiling dari atasnya hingga ia meninggal dunia. Benteng kedua yang beliau taklukkan adalah Benteng Al-Qamush, benteng Bani Abu Al-Huqaiq.[4] Dari mereka, Rasulullah saw. mendapatkan tawanan-tawanan wanita, di antaranya Shafiyah binti Huyai bin Akhthab dan dua putri pamannya dari jalur ayahnya. Beliau memilih Shafiyah binti Huyai bin Akhthab untuk diri beliau sendiri.[5]
Ash-Sha’b bin Muadz adalah benteng kedua yang kekuatan dan kekokohannya di bawah benteng Na’im. Kaum muslimin menyerang di bawah komando al-Hubab bin al-Mundzir al-Anshari dan mengepung benteng itu selama tiga hari. [6]
Benteng az-Zubair merupakan benteng yang kokoh terletak di puncak ketinggian. Rasulullah mengepung benteng ini selama tiga hari. Benteng ini mampu ditaklukkan oleh Rasulullah dan kaum muslimin setelah berhasil memutuskan sumber air minum benteng tersebut. Dalam penaklukkan benteng ini terbunuh beberapa orang kaum muslimin, dan 10 orang dari orang-orang Yahudi.
Setelah benteng az-Zubair dikuasai kaum muslimin, orang-orang Yahudi pindah ke benteng Ubay. Kaum muslimin pun mengepungnya. Benteng ini dikuasai oleh kaum muslimin setelah mengalahkan dua jawara Yahudi dan terjadi pertempuran di dalam benteng yang mampu mengusir Yahudi keluar dari benteng.
Benteng an-Nizar merupakan benteng terkokoh yang ada di bagian pertama Khaibar. Benteng ini sangat sulit untuk ditaklukkan oleh kaum muslimin. Sehingga Rasulullah memerintahkan kaum muslimin untuk membuat alat-alat pelontar. Beberapa peluru ditembakkan oleh kaum muslimin sehingga tembok-tembok benteng berlobang. Lalu diserbulah benteng tersebut dan terjadi pertempuran di dalam benteng. Orang-orang Yahudi kabur dalam meninggalkan harta, ana-anak, dan istri mereka.[7]
Setelah berhasil menaklukkan benteng-benteng Khaibar dan kebun-kebunnya, Rasulullah saw. meneruskan perjalanan hingga tiba di dua benteng, yaitu Al-Wathih dan As-Sulalim. Kedua benteng Khaibar itulah yang paling akhir ditaklukkan kaum muslimin. Rasulullah mengepung mereka selama lebih kurang belasan hari.
Marhab si Yahudi keluar dari benteng Khaibar dengan senjata lengkap. Muhammad bin Maslamah maju dari kaum muslimin untuk menghadapi Marhap. Marhab menyerang Muhammad bin Maslamah dan memukulnya dengan pedang, namun Muhammad bin Maslamah terlindungi perisai kulit. Pedang Marhab masuk ke perisai kulit Muhammad bin Maslamah, kemudian Muhammad bin Maslamah memukul Marhab hingga tewas.
Setelah Marhab, keluarlah saudara Marhab, yaitu Yasir. Ia berkata, ‘Siapa berani bertarung denganku?’ Az-Zubair bin Al-Awwan keluar. Keduanya bertemu kemudian terjadilah pergulatan di antara keduanya dan di akhir pergulatan Az-Zubair bin Al-Awwam berhasil membunuh Yasir.
Ketika Ali bin Abi Thalib sedang sakit mata, Rasulullah saw. bersabda:
لَأَعْطِيَنَّ الرايةَ غدًا رجلاً يُحِبُّ اللهَ و رسولَه يفتَحُ اللهُ على يديه ليسَ بِفِرارٍ
Artinya:   “Besok bendera akan di bawa oleh orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan ditaklukkan benteng itu olehnya.”

Para sahabat besar r.a. berlomba untuk mendapatkannya dan setiap mereka ingin menjadi pemegang bendera tersebut. Ternyata beliau memanggil Ali bin Abi Thalib. Namun, dia mengadukan kedua matanya yang sakit. Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan mendoakannya. Ali pun sembuh seakan tidak pernah sakit.[8]
Rasulullah saw. mengepung penduduk Khaibar di kedua benteng mereka, yaitu Al-Wathih dan As-Sulalim. Ketika mereka yakin kalah, mereka meminta beliau mengusir mereka ke salah satu tempat dan tidak membunuh mereka. Beliau mengabulkan permintaan mereka. Ketika itu, beliau berhasil menguasai seluruh kebun penduduk Khaibar; As-Syiqq, Nathah, dan Al-Katibah. Beliau juga menguasai seluruh benteng mereka kecuali kedua benteng; Benteng Al-Wathih dan As-Sulalim.
Ketika orang-orang Fadak mendengar apa yang diperbuat penduduk Khaibar, mereka mengutus wakil untuk menemui Rasulullah guna meminta beliau mengusir mereka ke satu tempat, tidak membunuh mereka, dan menyerahkan kekayaan mereka kepada beliau. Rasulullah mengabulkan permintaan mereka.
Khaibar adalah harta fa’i kaum muslimin, sedang Fadak milik khusus Rasulullah, karena mereka tidak menaklukkannya dengan pasukan berkuda atau pasukan pejalan kaki. Ketika Rasulullah saw. menaklukkan Khaibar, beliau memberi Ibnu Luqaim Al-Absi hadiah yang di dalamnya terdapat ayam atau salah satu binatang jinak. Penaklukan Khaibar terjadi pada bulan Shafar.[9]
4.      Rasulullah saw. dihadiahi kambing yang dibubuhi racun
Ketika Rasulullah merasa kondisi telah nyaman, beliau dihadiahi kambing bakar oleh Zainab binti Al-Harits istri Sallam bin Misykam. Sebelum itu, Zainab bertanya kepada beliau, ‘Apa yang paling engkau sukai dari kambing, wahai Rasulullah?’ Rasulullah saw. menjawab, ‘Lengan’. Zainab membubuhkan racun sebanyak mungkin ke lengan kambing, meracuni semua daging kambing, dan menghidangkan kepada Rasulullah. Beliau mengambil lengan kambing, mengunyah sedikit daripadanya, tidak menelannya, dan memuntahkannya. Sedang Bisy bin Al-Barra’ bin Ma’rur yang ketika itu bersama beliau mengambil seperti beliau dan menelannya. Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya tulang kambing tersebut memberitahuku bahwa ia beracun’. Beliau memanggil Zainab dan ia mengakui meracuni kambing bakar tersebut. Beliau bertanya kepada Zainab, ‘Kenapa engkau berbuat seperti itu?’. Zainab menjawab, ‘Engkau telah bertindak terhadap kaumku seperti engkau ketahui. Oleh karena itu, aku berkata, ‘Jika ia (Muhammad) seorang raja maka aku bisa membunuhnya dan jika seorang nabi maka ia akan diberitahu’. Rasulullah memaafkan Zainab, sedang Bisyr meninggal dunia karena makanan yang dimakannya”. Ketika Rasulullah meninggalkan Khaibar, beliau pergi menuju lembah Qurs, lalu beliau mengepung penduduknya beberapa malam, kemudian pergi meninggalkannya menuju Madinah.[10]
5.      Rasulullah saw. menikahi Shafiyah binti Huyai
Rasulullah saw. menyelenggarakan pesta pernikahan dengan Shafiyah binti Huyai di Khaibar atau di salah satu jalan. Wanita yang merias Shafiyah binti Huyai untuk Rasulullah, menyisir rambutnya, dan merapikannya adalah Ummu Sulaim binti Milhan, ibu Anas bin Malik.
6.      Rasulullah saw. dan kaum muslimin tertidur hingga melewati shubuh
Dalam perjalanan pulang dari Khaibar, Rasulullah saw. bersabda di salah satu jalan di akhir malam, ‘Siapa orang yang siap menunggu Shubuh untuk kita sehingga kita bisa tidur?’. Bilal berkata, ‘Aku siap menunggu Shubuh untukmu, wahai Rasulullah’. Rasulullah berhenti diikuti kaum muslimin, kemudian tidur. Sedang Bilal, ia mengerjakan shalat beberapa raka’at. Usai shalat, ia bersandar pada untanya untuk menunggu waktu Shubuh, namun rasa kantuk menyerangnya dan ia pun tertidur. Tidak ada yang membangunkan Rasulullah dan kaum muslimin melainkan sengatan sinar matahari. Beliau orang yang pertama kali bangun. Beliau bersabda, ‘Apa yang engkau perbuat terhadap kita, hai Bilal?’ Bilal menjawab, ‘Wahai Rasulullah, aku tertidur sepertimu’. Rasulullah saw. bersabda, ‘Engkau berkata benar’. Rasulullah menuntun unta tidak terlalu jauh kemudian menghentikannya. Beliau berwudhu diikuti kaum muslimin, lalu menyuruh Bilal mengumandangkan iqamah shalat, dan mengerjakan shalat bersama kaum muslimin. Setelah salam, Rasulullah menghadap kepada para sahabat dan bersabda, ‘Jika kalian lupa shalat, shalatlah jika kalian telah ingat karena Allah swt. berfirman, ‘Shalatlah karena ingat kepada-Ku.
7.      Kedatangan Ja'far Bin Abu Tholib Dari Habasyah
Ibnu Hisyam meriwayatkan dari Asy-Sya’bi, ia berkata: Ja’far bin Abu Thalib r.a. tiba di tempat Rasulullah saw. pada hari penaklukan Khaibar. Beliau mencium di antara kedua mata Ja’far bin Abu Thalib dan mendekapnya. Beliau bersabda, ‘Aku tidak tahu karena apakah aku berbahagia karena penaklukan Khaibar ataukah karena kedatangan Ja’far.’

B.     PERISTIWA-PERISTIWA SETELAH PERANG KHAIBAR
1.      Perang Dzatur Riqa’
Setelah Rasulullah selesai mengahncurkan dua sayap yang kuat dari tiga kelompok (al-Ahzab), beliau pun berkonsentrasi penuh kepada sayap yang ketiga yaitu orang-orang Arab Badui yang bengis, yang berpindah-pindah di gurun Najd dan senantiasa melakukan perampasan dan perampokkan dari waktu ke waktu. Perang ini terjadi pada bulan Rabi’ul Awwal taun ketujuh Hijriyah.[11]
2.      Umratul Qadha’
Umrah ini disebut Umratul Qadha’karena sebagai pengganti umrah Hudaibyyah atau karena terjadi sebagaimana isi perjanjian di Hudaibyyah. Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah. Para sahabat yang diperbolehkan hanya yang ikut serta dalam perjanjian Hudaibyyah kecuali yang telah syahid. Jumlah mereka dua ribu orang tidak termasuk wanita dan anak-anak.[12] Dalam kesempatan ini Nabi saw. juga melangsungkan pernikahan dengan Maimunah binti Harits.[13]

C.    PERANG MU'TAH
1.      Latar belakang terjadinya peperangan mu’tah
Pada tahun ke 8 Hijriyah Rasulullah saw. mengutus para sahabatnya kepada orang-orang Ghassani untuk menyeru mereka masuk Islam, tetapi mereka malah dibunuhnya. Atas tindakan ini beliau mengirim tiga ribu tentara Islam dibawah komando maulahnya Zaid bin Haritsah.[14] Perang ini terjadi pada bulan Jumadil Ula tahun delapan Hijriyah bertepatan bulan Agustus atau September tahun 629 Masehi. Mu’tah adalah nama sebuah kampung didataran rendah provinsi Balqa’ di kerajaan Syam.[15]
2.      Keberangkatan ke Mu’tah di negeri Syam
Rasulullah menetap di Madinah di sisa bulan Dzulhijjah dilanjutkan bulan Muharram, Shafar, Rabiul Awal, dan Rabiul Akhir. Pada bulan Jumadil Ula, beliau mengirim pasukan ke Syam dan di antara mereka gugur sebagai syahid di Mu’tah. Dan menunjuk Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan, Rasulullah bersabda, ‘Jika Zaid gugur, maka yang menjadi komandan pasukan adalah Ja’far bin Abu Thalib. Jika Ja’far bin Abu Thalib gugur, maka yang menjadi komandan pasukan adalah Abdullah bin Rawahah.
Pasukan tersebut segera mengadakan persiapan dan bersiap-siap untuk berangkat menunaikan tugas. Pasukan tersebut terdiri dari tiga ribu personel. Ketika saat keberangkatan tiba, kaum muslimin melepas dan mengucapkan salam kepada para komandan pasukan. Ketika Abdullah bin Rawahah dilepas bersama para komandan pasukan, ia menangis. Para sahabat bertanya kepadanya, ‘Kenapa engkau menangis, wahai Ibnu Rawahah?’ Abdullah bin Rawahah menjawab, ‘Demi Allah, aku mena-ngis bukan karena cinta dunia atau rindu kalian, namun karena aku per-nah mendengar Rasulullah membaca ayat Al-Qur’an yang mengingatkan tentang Neraka[16]

‘Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan mendatangi Neraka tersebut; hal ini bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.’ (Maryam: 71)

3.      Gugurnya komando utusan Rasulullah
Ketika kedua belah pihak bertemu kemudian saling serang. Zaid bin Haritsah bertempur dengan memegang bendera perang Rasulullah hingga gugur karena terkena tombak musuh kemudian bendera perang diambil alih Ja’far bin Abu Thalib. Ketika perang memuncak, Ja’far bin Abu Thalib turun dari kudanya dan menyembelihnya. Setelah itu, ia menyerang musuh hingga gugur.
Ketika Ja’far bin Abdullah gugur, Abdullah bin Rawahah mengambil alih bendera perang. Ia maju dengannya dengan mengendarai kuda dan mendorong dirinya terjun ke medan perang hingga ia gugur.
Setelah Abdullah bin Rawahah gugur, kaum muslimin mengangkat Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan mereka. Ketika Khalid bin Walid mengambil bendera perang, ia menyerang musuh, kemudian mundur dan pulang bersama kaum muslimin.

D.    FATHU MAKKAH
1.      Latar belakang terjadinya Fathu Makkah
Sesuai poin yang terdapat pada perjanjian Hudaibyyah menyebutkan “Barang siapa yang ingin masuk ke pihak Rasulullah, silahkan masuk dan siapa yang ingin masuk ke pihak Quraisy maka silahkan ia masuk.” Maka masuklah Khuza’ah ke pihak Rasulullah dan bani Bakr ke pihak Quraisy. Sehingga masing-masing dari dua kabilah merasa aman dari pihak lain.[17]
Setelah pengiriman pasukan ke Mu’tah, Rasulullah menetap di Madinah pada bulan Jumadil Akhir dan Rajab. Tidak lama setelah itu, kabilah Bani Bakr bin Abdu Manat bin Kinanah menyerang kabilah Khuza’ah ketika mereka berada di mata air mereka di Mekkah Bawah yang bernama Al-Watir.
Ketika kabilah Bani Bakr bersekutu dengan Quraisy untuk menyerang kabilah Khuza’ah, mereka menangkap salah seorang dari kabilah Khuza’ah. Mereka melanggar perjanjian dengan Rasulullah, membunuh orang kabilah Khuza’ah padahal kabilah Khuza’ah adalah sekutu beliau. Maka Amr bin Salim dari Khuza’ah, salah seorang warga Bani Ka’ab, pergi ke Madinah dan tiba di tempat Rasulullah. Inilah yang mendorong terjadinya penaklukan Mekkah.
2.      Abu Sufyan pergi ke Madinah guna memperbaharui perdamaian
Setelah Amr bin Salim dari Khuza’ah sampai kembali di Mekkah, Abu Sofyan bin Harb berangkat ke Madinah. Setibanya di Madinah, ia masuk ke rumah putrinya, Ummu Habibah binti Abu Sofyan bin Harb. Ketika ia hendak duduk di atas kasur Rasulullah, Ummu Habibah melipatnya dan tidak memperkenankan Abu Sofyan bin Harb duduk di atasnya. Abu Sofyan bin Harb berkata, “Hai putriku, aku tidak tahu apakah engkau tidak menyukaiku duduk di atas kasur ini dan engkau lebih menyukai dia duduk di atasnya.” Ummu Habibah menjawab, “Kasur ini milik Rasulullah, sedang engkau orang musyrik dan najis. Jadi, aku tidak suka engkau duduk di atas kasur tersebut.” Abu Sofyan bin Harb berkata, “Demi Allah, engkau menjadi jahat sesudah berpisah denganku.”
Setelah itu, Abu Sofyan bin Harb datang ke tempat Rasulullah. Ia berbicara dengan beliau, namun beliau tidak menggubrisnya. Kemudian Abu Sofyan bin Harb pergi ke tempat Abu Bakar dan menyuruhnya berbicara dengan Rasulullah, namun Abu Bakar berkata, “Aku tidak mau.” Kemudian Abu Sofyan bin Harb mendatangi Umar bin Khaththab dan berbicara dengannya, namun malah Umar bin Khaththab berkata, “Aku harus membelamu di hadapan Rasulullah? Demi Allah, jika aku hanya mendapatkan semut kecil, aku akan memerangimu dengannya.”
Abu Sofyan bin Harb keluar dari rumah Umar bin Khaththab dan pergi ke rumah Ali bin Abu Thalib yang ketika itu sedang bersama istrinya, Fathimah binti Rasulullah dan anak keduanya, Hasan bin Ali yang sedang merangkak. Abu Sofyan bin Harb berkata, “Hai Ali, engkau orang yang paling penyayang. Aku datang kepadamu untuk satu keperluan. Oleh karena itu, jangan biarkan aku pulang dengan tangan kosong, mintakan untukmu keringanan kepada Rasulullah.” Ali bin Abu Thalib berkata, “Celakalah engkau, hai Abu Sofyan, demi Allah, Rasulullah telah bertekad melakukan sesuatu dan kita tidak lagi dapat bernegoisasi dengan beliau.” Abu Sofyan bin Harb menoleh ke arah Fathimah kemudian berkata, “Hai putri Muhammad, maukah engkau menyuruh anak kecilmu ini melindungi manusia kemudian ia menjadi pemimpin Arab sepanjang zaman?” Fathimah menjawab, “Demi Allah, anakku tidak dapat melindungi manusia dan seorang pun tidak bisa melindungi mereka dari Rasulullah.” Abu Sofyan bin Harb berkata kepada Ali bin Abu Thalib, “Hai Abu Hasan, aku lihat permasalahan menjadi sulit bagiku, nasihatilah aku.” Ali bin Abu Thalib berkata, “Demi Allah, aku tidak mengetahui ada sesuatu yang bermanfaat bagimu. Engkau pemimpin Bani Kinanah, oleh karena itu, berdirilah dan lindungilah manusia, kemudian pulanglah ke tempat asalmu.” Abu Sofyan bin Harb berkata, “Apakah hal tersebut bermanfaat bagiku?” Ali bin Abu Thalib, “Kukira hal tersebut tidak bermanfaat bagimu, namun aku tidak mengetahui alternatif yang lain.” Abu Sofyan bin Harb pergi ke masjid, kemudian berkata, “Hai manusia, aku telah melindungi manusia.” Usai berkata seperti itu, Abu Sofyan bin Harb menaiki untanya dan pulang ke Mekkah.[18]
3.      Hathib bin Abu Balta’ah mengirim surat kepada orang-orang Quraisy
Tidak lama setelah kejadian itu, Rasulullah mengumumkan bahwa beliau hendak berangkat ke Mekkah dan memerintahkan kaum muslimin serius dan bersiap-siap. Beliau berdoa,
اللَّهُمَّ خُذِ الْعُيُوْنَ وَ الْأَخْبَارَ عَنْ قُرَيْشٍ حَتَّى نَبْغَتَهَا فِى بِلاَدِهَا
“Ya Allah, rahasiakan informasi ini dari orang-orang Quraisy, agar kami bisa menyerang mereka dengan tiba-tiba di negeri mereka sendiri.”

Ketika Rasulullah memutuskan berangkat ke Mekkah, Hathib bin Abu Balta’ah mengirim surat kepada orang-orang Quraisy. Dalam suratnya, Hathib bin Abu Balta’ah menjelaskan tentang keputusan Rasulullah untuk berangkat ke tempat mereka. Surat tersebut dititipkan Hathib bin Abu Balta’ah kepada seorang wanita bernama Muzainah atau Sarah, mantan budak wanita salah seorang dari Bani Abdul Muththalib. Hathib bin Abu Balta’ah memberi hadiah kepada wanita tersebut dengan syarat ia mengantarkan suratnya kepada orang-orang Quraisy. Wanita tersebut meletakkan surat Hathib bin Abu Balta’ah di kepalanya, memintalnya dengan gelungan rambut, kemudian ia berangkat ke Mekkah.
Rasululullah saw. menerima wahyu dari langit tentang perbuatan Hathib bin Abu Balta’ah tersebut, kemudian beliau mengutus Ali bin Abu Thalib dan Az-Zubair bin Al-Awwam. Beliau bersabda kepada keduanya, ‘Kejarlah wanita yang membawa surat Hathib bin Abu Balta’ah yang berisi penjelasan kepada orang-orang Quraisy tentang rencana kita terhadap mereka.
Ali bin Abu Thalib dan Az-Zubair bin Al-Awwam berangkat dan berhasil menyusul wanita tersebut di dataran tinggi, tepatnya dataran tinggi Bani Abu Ahmad. Keduanya menyuruh wanita tersebut turun dari unta dan membongkar pelananya, namun tidak menemukan apa-apa.
Ali bin Abu Thalib berkata kepada wanita tersebut, ‘Aku bersumpah dengan nama Allah bahwa Rasulullah tidak berkata dusta dan kami tidak mendustakannya. Serahkan surat yang engkau bawa kepada kami. Kalau tidak, kami akan menelanjangimu.
Demi melihat keseriusan Ali bin Abu Thalib, wanita itu berkata: ‘Berpalinglah dariku’. Ali bin Abu Thalib berpaling, kemudian wanita tersebut membuka gelungan rambutnya, mengeluarkan surat daripadanya, dan menyerahkan surat tersebut kepada Ali bin Abu Thalib, kemudian Ali bin Abu Thalib membawa surat kepada Rasulullah.
Rasulullah memanggil Hathib bin Abu Balta’ah dan berkata kepadanya: ‘Hai Hathib, mengapa engkau melakukan hal ini?’ Hathib bin Abu Balta’ah menjawab, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, aku beriman kepada Allah dan RasulNya. Aku tidak berubah dan tidak berganti agama. Hanya saja, aku orang yang tidak mempunyai asal-usul di Quraisy, sedangkan anak dan keluargaku di tempat mereka. Oleh karena itulah, aku mengambil muka terhadap mereka’. Umar bin Khaththab berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal leher orang ini, karena ia munafik’. Rasulullah bersabda, ‘Hai Umar, engkau tidak tahu bahwa Allah melihat mujahidin Badar di Perang badar, kemudian berfirman, ‘Kerjakan apa saja yang kalian inginkan, karena Aku telah mengampuni kalian.[19]
Kemudian Allah swt. berfirman mengenai perihal Hathib:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad) karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Rabbmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalanKu dan mencari ke-ridhaanKu (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. Jika mereka menangkap kamu, niscaya mereka bertindak sebagai musuh bagimu dan melepaskan tangan dan lidah mereka kepadamu dengan menyakiti (mu) dan mereka ingin supaya kamu (kembali) kafir. Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-kali tiada bermanfa'at bagimu pada hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ’Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja’.” (Al-Mumtahanah: 1-4)

4.      Keberangkatan Rasulullah dan kaum muslim menuju Mekkah
Rasulullah berangkat ke Makkah dan menunjuk Abu Rahm Al-Ghifari sebagai amir sementara di Madinah. Itu terjadi pada tanggal sepuluh Ramadhan. Jadi, beliau berpuasa begitu juga kaum muslimin. Ketika beliau tiba di Al-Kudaid, tempat antara Usfan dengan Amaj, beliau membatalkan puasanya.
Rasulullah terus berjalan hingga berhenti di Marru Adz-Dzahran bersama sepuluh ribu kaum muslimin, tujuh ratus personil dari Bani Sulaim dan seribu personil dari Bani Muzainah, karena pada semua kabilah itu terdapat orang-orang yang telah masuk Islam. Seluruh kaum Muhajirin dan Anshar ikut bersama Rasulullah. Tidak ada satu orang pun dari mereka yang tidak ikut. Rasulullah berhenti di Marru Adz-Dzahran sedang orang-orang Quraisy tidak mendengar informasi seputar beliau dan apa yang akan beliau lakukan.
5.      Islamnya Abu Sufyan bin al-Harits
Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muththalib dan Abdullah bin Abu Umaiyyah bin Al-Mughirah juga bertemu Rasulullah di Niqul Uqab, daerah di antara Makkah dengan Madinah. Keduanya ingin masuk menemui Rasulullah kemudian Ummu Salamah berkata kepada beliau tentang keduanya. Ummu Salamah berkata, ‘Wahai Rasulullah, inilah anak paman dan bibimu, serta keluargamu.’ Rasulullah bersabda, ‘Aku tidak punya kepentingan dengan keduanya. Adapun anak pamanku, ia telah merusak kehormatanku. Sedang anak bibiku dan keluargaku, ia pernah mengatakan sesuatu tentang diriku di Makkah.’ Ketika sabda Rasulullah disampaikan kepada keduanya, Abu Sofyan bin Al-Harits berkata, ‘Demi Allah, Muhammad harus mengizinkan aku masuk. Jika tidak, aku akan membawa anak kecil ini, kemudian kami berkelana ke dunia hingga kami mati karena lapar dan haus.’ Ketika Rasulullah mendengar ucapan Abu Sofyan bin Al-Harits tersebut, beliau terketuk hatinya, kemudian mengizinkan keduanya masuk menemui beliau. Keduanya pun masuk dan mengucapkan salam kepada beliau. Abu Sofyan bin Al-Harits menyatakan ke-Islamannya dan permohonan maafnya akan dosa-dosa masa silamnya.
Seluruh pasukan Islam bergerak melewati jalan masuk yang telah ditetapkan. Tidak ada seorang musyrik pun yang bertemu dengan Khalid dan para sahabatnya melainkan dibunuhnya. Dua orang gugur dari kalangan muslimin, yaitu Kurz bin Jabir al-Fihri dan Khunais bin Khalid bin Rabi’ah ketika keduanya terpisah dari pasukan sehingga melewati jalan yang salah.[20]
Khalid datang dengan menyisir kota Mekkah hingga menemui Rasulullah di Shafa. Sedangkan az-Zubair terus bergerak maju hingga menancapkan panji Rasulullah di pintu al-Hujun di sisi masjid al-Fath. Di sana ia mendirikan kemah dan tidak beranjak darinya hingga Rasulullah datang.
Rasulullah kemudian bangkit. Kaum Muhajirin dan kaum Anshar berjalan di depan, belakang, dan samping beliau hingga masuk masjid. Kemudian beliau menuju Hajar Aswad dan mengusapnya. Kemudian melakukan Thawaf mengelilingi Ka’bah sambil memegang busur panah. Di sekeliling Ka’bah dan di atasnya terdapat 360 buah berhala, beliau memberanguskannya dengan busur seraya membaca:

Dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.(QS. Al-Isra’: 81)

Katakanlah: "Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi.” (QS. Saba’: 49)

Lalu berhala-berhala tersebut berguguran dengan berserakan.

E.     PERANG THO'IF
Ketika orang-orang Tsaqif yang kalah tiba di Thaif, mereka menutup pintu-pintu kotanya dan membuat sejumlah persiapan untuk perang. Urwah bin Mas’ud dan Ghailan bin Salamah tidak ikut hadir di Perang Hunain dan pengepungan Thaif, karena keduanya berada di Jurasy sedang bertugas mempelajari pembuatan dabbabah, minjaniq, dan dhabur.
Setelah perang Hunain reda, Rasulullah berangkat ke Thaif. Ketika beliau memutuskan berangkat ke Thaif, Ka’ab bin Malik r.a. berkata:
Kami lumat seluruh keraguan dari Tihamah dan Khaibar
Kemudian kami mengistirahatkan pedang-pedang kami dari perang
Kami berbicara dengan pedang-pedang kami
Jika pedang-pedang kami dapat berbicara, ia pasti berbicara
Aku bukan wanita menyusui anak jika kalian tidak pernah melihatnya
Ada beribu-ribu orang dari kami di halaman kalian
Kami cabut atap rumah di Wajj
Hingga rumah-rumah kalian menjadi kosong tanpa kalian.
Rasulullah berjalan melewati Nakhlah Al-Yamaniyah, Qarn, Al-Mulaih, dan Bahrah Ar-Rugha’ dari Liyyah. Di sana, Rasulullah membangun masjid dan mengerjakan shalat di dalamnya.
Kemudian Rasulullah berjalan melewati jalan Adh-Dhaiqah. Ketika Rasulullah berjalan ke arah jalan tersebut, beliau bertanya tentang nama jalan tersebut, “Apa nama jalan ini?” Dikatakan kepada beliau, “Jalan ini bernama Adh-Dhaiqah”. Rasulullah bersabda, “Aku ganti jalan ini menjadi Al-Yusra.”
Setelah itu, Rasulullah keluar dari jalan Adh-Dhaiqah (Al-Yusra) melewati Nakhab dan berhenti di pohon bernama Ash-Shadirah yang dekat dengan kebun salah seorang dari Tsaqif. Rasulullah pergi menemui pemilik kebun tersebut dan berkata kepadanya, “Engkau harus pergi dari sini. Jika tidak, kami akan menghancurkan kebunmu.” Orang dari Tsaqif tersebut menolak keluar dari kebunnya, kemudian Rasulullah memerintahkan penghancuran kebun orang Tsaqif tersebut.
Setelah itu, Rasulullah meneruskan perjalanan hingga tiba di daerah dekat Thaif dan di sana beliau bermarkas. Tapi, di tempat tersebut beberapa orang dari sahabat Rasulullah terkena lemparan anak panah, karena markas beliau berdekatan dengan tembok Thaif. Jadi tidak heran kalau anak panah mengenai kaum muslimin dan mereka tidak dapat memasuki tembok orang-orang Thaif karena orang-orang Thaif menutup temboknya. Ketika beberapa sahabat terkena serangan anak panah, Rasulullah memindahkan markasnya ke masjid beliau yang ada di Thaif sekarang, kemudian beliau mengepung orang-orang Thaif dua puluh malam lebih.
Ketika Rasulullah ditemani dua orang istrinya, salah satunya ialah Ummu Salamah binti Abu Umaiyyah. Untuk itu, dua kubah untuk keduanya dipasang dan Rasulullah mengerjakan shalat di antara kedua kubah tersebut. Ketika orang-orang Tsaqif masuk Islam, Amr bin Umaiyyah bin Wahb bin Muattib bin Malik membangun masjid di tempat shalat Rasulullah tersebut. Di masjid tersebut terdapat sebuah tiang yang jika matahari terbit dan sinarnya mengenainya, maka terdengar suara. Rasulullah mengepung orang-orang Thaif, memerangi mereka dengan dahsyat, dan terjadi saling lempar anak panah pada kedua belah pihak.
Hingga pada pertempuran syadkhah di samping tembok Thaif, beberapa sahabat Rasulullah masuk di bawah dabbabah, kemudian dengan dabbabah tersebut, mereka mendekat ke tembok orang-orang Thaif untuk melubanginya. Ketika itulah, orang-orang Tsaqif melepaskan paku besi yang menyala-nyala ke arah kaum muslimin, kemudian kaum muslimin keluar dari bawah paku besi tersebut. Pada saat yang sama, orang-orang Thaif menyerang kaum muslimin dengan anak panah, hingga banyak sekali jatuh korban dari mereka. Kemudian Rasulullah memerintahkan kaum muslimin menebang pohon-pohon anggur milik orang-orang Tsaqif lalu kaum muslimin pergi ke pohon-pohon anggur tersebut untuk menebangnya.
Disampaikan kepadaku bahwa Rasulullah bersabda kepada Abu Bakar ketika beliau mengepung orang-orang Tsaqif, “Hai Abu Bakar, aku bermimpi dihadiahi gelas besar dari kayu yang penuh dengan mentega, kemudian gelas besar dari kayu tersebut dilubangi ayam jago, lalu ayam jago tersebut menumpahkan mentega tersebut”. Abu Bakar berkata, “Aku pikir engkau tidak dapat mengalahkan mereka pada hari ini seperti engkau inginkan”. Rasulullah bersabda, “Tapi aku tidak berpendapat seperti itu.”
Khuwailah binti Hakim As-Sulami, istri Utsman bin Madz’un berkata, “Wahai Rasulullah, jika Allah menaklukkan Thaif untukmu, berikan kepadaku perhiasan Badiyah binti Ghailan bin Salamah atau perhiasan Al-Fari’ah binti Aqil.” Khuwailah berkata seperti itu, karena kedua wanita tersebut adalah wanita Tsaqif yang paling banyak perhiasannya. Disebutkan kepadaku bahwa ketika Rasulullah bersabda kepada Khu-wailah binti Hakim, “Bagaimana kalau aku tidak diberi izin terhadap orang-orang Tsaqif, wahai Khuwailah?” Khuwailah binti Hakim keluar dari hadapan Rasulullah kemudian menceritakan ucapan Rasulullah tersebut kepada Umar bin Khaththab, lalu Umar bin Khaththab masuk menemui Rasulullah dan berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, ucapan apa yang telah engkau katakan kepada Khuwailah karena ia bercerita bahwa engkau mengatakan sesuatu?”. Rasulullah bersabda, “Ya, aku telah berkata seperti itu”. Umar bin Khaththab berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau aku memberimu izin terhadap mereka?”. Rasulullah bersabda, “Tidak”. Umar bin Khaththab berkata, “Bagaimana kalau aku mengumumkan kepada orang-orang agar mereka pergi?” Rasulullah bersabda, “Ya, silakan.”
Umar bin Khaththab pun mengumumkan kepada orang-orang agar mereka pergi. Ketika orang-orang telah berangkat, tiba-tiba Sa’id bin Ubaid bin Usaid bin Abu Amr bin Ilaj berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya rombongan tidak pergi”. Uyainah bin Hishn berkata, “Demi Allah, ini sebuah kemuliaan”. Salah seorang dari kaum muslimin berkata kepada Uyainah bin Hishn, “Semoga Allah mematikanmu, hai Uyainah, pantaskah engkau memuji orang-orang musyrikin karena penghadangan mereka terhadap Rasulullah, padahal engkau datang ke sini untuk menolong beliau?”. Uyainah bin Hishn berkata, “Demi Allah, aku datang ke sini tidak untuk memerangi orang-orang Tsaqif bersama kalian, namun aku ingin Muhammad dapat membuka Thaif, kemudian aku mendapatkan salah seorang gadis Tsaqif, kemudian aku menggaulinya dengan harapan gadis tersebut melahirkan anak laki-laki untukku, karena Tsaqif itu kaum yang cerdas.
Beberapa budak di antara orang-orang yang terkepung di Thaif menemui Rasulullah untuk masuk Islam, kemudian beliau memerdekakan mereka.
Ketika orang-orang Thaif masuk Islam, beberapa orang dari mereka membicarakan tentang budak-budak tersebut, kemudian Rasulullah bersabda, “Tidak, mereka adalah orang-orang yang dimerdekakan oleh Allah.” Di antara orang yang membicarakan tentang budak-budak tersebut adalah Al-Harits bin Kaladah.
Jumlah total sahabat Rasulullah yang gugur sebagai syuhada di Perang Thaif ialah dua belas orang; tujuh orang dari Quraisy, empat orang dari kaum Anshar, dan satu orang dari Bani Laits.

PENUTUP
Fase tahun ketujuh dan kedelapan Hijriyah merupakan fase yang banyak terjadi peperangan yang besar dan peperangan kecil. Peperangan besar yang terkenal dalam fase ini yaitu Perang Khaibar, Perang Mu’tah, Fath Mekkah, dan Perang Hunain atau Perang Tha’if.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-Mubarakfuriy, Shofiyurrahman, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad saw. dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2012) Cet. XIV
Al-Buthy, Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Rabbani press, 2009) Cet. XV
An-Nadwi, Abul Hasan ‘Ali al-Hasany, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw., (Jokjakarta: Mardhiyah Press, 2007) Cet. III
Hasan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam,diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhiq, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) Cet. III.
Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh: Umar Abd as-Salam Tadmuriy, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Juz IV
Ibnu Hisyam, Tahqiq As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh: Umar Abd as-Salam Tadmuriy,, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Juz III
Ibnu Ishaq, As-Sirah an-Nabawiyah, Muhaqqiq: Ahmad Farid al-Mazidiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004) Juz II.



[1] Shofiyurrahman al-Mubarakfuriy, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad saw. dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir, (Jakarta: Darul Haq, 2012) Cet. XIV, hal. 542
[2] Ibnu Hisyam, Tahqiq As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh: Umar Abd as-Salam Tadmuriy,, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Juz III, hal. 275
[3] Ibnu Ishaq, As-Sirah an-Nabawiyah, Muhaqqiq: Ahmad Farid al-Mazidiy, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004) Juz II, hal. 471-472
[4] Benteng-benteng Khaibar dibagi menjadi dua bagian. Benteng al-Qamush adalah benteng yang terdapat pada bagian kedua tanah Khaibar. Benteng kedua yang ditaklukkan oleh Rasulullah maksudnya, setelah Rasulullah menaklukkan benteng-benteng yang ada bagian pertama tanah Khaibar, yaitu Nuthah dan Syaqq.
[5] Ibnu Ishaq, Op.Cit., 472
[6] Shafiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal. 551
[7] Ibid. Hal. 551-553
[8] Abul Hasan ‘Ali al-Hasany An-Nadwi, Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw., (Jokjakarta: Mardhiyah Press, 2007) Cet. III, hal. 378
[9] Ibnu Ishaq, Op. Cit., hal. 481
[10] Ibid.,479
[11] Shafiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal. 564
[12] Ibid., hal.571
[13] Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy, Sirah Nabawiyah, (Jakarta: Rabbani press, 2009) Cet. XV. Hal.374
[14] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,diterjemahkan oleh Aunur Rafiq Shaleh Tamhiq, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009) Cet. III. Hal.261

[15] Shofiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal. 575
[16] Ibnu Ishaq, Op. Cit., hal. 504
[17]Shofiyurrahman al-Mubarakfuriy, Op. Cit., hal.585  
[18]Ibnu Hisyam, As-Sirah an-Nabawiyah li Ibni Hisyam, Ditahqiq oleh: Umar Abd as-Salam Tadmuriy,, (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1990) Juz IV, hal. 36-37
[19] Ibnu Ishaq, Op. Cit., hal 520
[20] Shafiyurrahman, Op. Cit., hal. 599
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Post a Comment